Literasi Finansial, Pelajaran Hidup yang Tidak Ada di Sekolah

Ilustrasi oleh AI via ChatGPT (OpenAI)


Hidup butuh uang, tapi bicara uang sering dianggap tabu. Kita tumbuh dengan anggapan bahwa kerja keras pasti bikin kaya. Nyatanya, banyak yang kerja dari pagi sampai sore tetap saja pas-pasan. Mengapa? Karena ada satu pelajaran penting yang jarang—bahkan nggak pernah—diajarkan di sekolah: literasi finansial. Ini bukan cuma soal nabung, tapi soal bagaimana uang bekerja untuk kita.

Hidup butuh uang, tetapi masalah uang tidak diajarkan secara formal, bahkan terkesan tabu. Bisa dimaklumi, mungkin orang tua yang tidak punya uang yang cukup atau tidak bisa menghasilkan kekayaan. Satu-satunya hal yang mereka ketahui tentang uang adalah cara mendapatkannya dengan bekerja. Kamu kerja, dapat uang. Itu betul.

Tetapi orang yang bekerja dari pagi hingga sore, atau istilahnya nine to five—jam 09.00 sampai 17.00, atau jam 07.00 sampai 15.00—tidak selalu mendapat uang banyak, tidak otomatis menjadi kaya. Nyatanya, hanya cukup saja, bahkan kurang. Jika tidak memiliki pendapatan sampingan, atau suami dan istri bekerja, pasti tidak akan cukup. Kecuali mencukupkan dengan yang ada. Tapi tentulah berat.

Perlu mental yang kuat dan kecakapan mengatur keuangan. Apalagi jika hidup di kota besar seperti Jakarta, perlu perencanaan matang. Biaya hidup tinggi, mulai dari tempat tinggal hingga anak sekolah. Tentu bukan sekolah biasa-biasa, tetapi sekolah berkualitas—katakanlah swasta yang bereputasi. Itu semua butuh biaya besar.

Kembali lagi, ini masalah literasi finansial. Pengetahuan tentang uang. Sebagian besar orang tahu beberapa prinsip: bagaimana cara mendapatkannya—bekerja. Bagaimana menggunakannya—membelanjakan untuk kebutuhan dan keinginan. Mungkin juga menyisihkan sebagai tabungan. Hanya sebatas itu.

Satu hal yang sering terlewat karena kurangnya pengetahuan: investasi. Investasi bukan sekadar membeli barang atau properti, tetapi bagaimana uang bekerja untuk kita. Uang yang dikeluarkan akan kembali, baik modal maupun keuntungannya. Modal ini bukan hasil berutang, melainkan dari hasil kerja. Misalnya 10 persen dari gaji.

Seperti kata George S. Clason dalam The Richest Man in Babylon, “Untuk setiap sepuluh koin yang aku masukkan ke dalam dompet, hanya sembilan yang dibelanjakan.” Lalu bagaimana jika sepuluh koin itu habis untuk kebutuhan sehari-hari? Pertanyaan menarik—itulah kenyataan sebagian besar dari kita.

Menjawabnya, kita perlu memikirkan ulang bagaimana membelanjakan uang. Cara sederhana: bedakan kebutuhan dan keinginan. Bukan berarti keinginan tidak boleh dipenuhi, tapi nanti saja kalau sudah berlebih. Ini langkah awal menyiapkan investasi, cara mendapatkan modal tanpa utang.

Masalahnya, ini jarang dibahas di rumah atau sekolah—padahal sekolah tempat belajar. Kecuali pelajaran ekonomi, isu finansial jarang masuk pembahasan. Karena jarang dibahas, jadi dianggap tidak penting. Padahal, ini kunci untuk mencapai apa yang disebut orang sebagai kekayaan.

Semua ini soal cara berpikir tentang uang—mindset. Cara kita memandang akan memengaruhi cara memperlakukan. Jargon klasik masih berlaku: uang bukan segalanya, tapi kita hidup butuh uang. Uang sebagai alat tukar telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia.

Karena itu penting mulai mempelajari cara kerja uang. Kalau pun tak diajarkan secara formal, kini tersedia banyak sumber: buku, video, artikel, hingga literasi finansial digital. Akses pun makin mudah seiring perkembangan teknologi. Tidak ada kata terlambat untuk mulai belajar.

Pemahaman tentang uang—dari sekadar cara mendapat dan menghabiskannya—perlu direvisi. Uang bisa bekerja untuk kita, bukan sebaliknya. Mengubah pola pikir tentang uang adalah kunci kecerdasan finansial. Selain tabungan sebagai jaminan, kita juga butuh investasi.

Sisihkan sepersepuluh dari pendapatan. Kumpulkan dan jadilah investor. Ini awal yang sederhana. Tapi tidak sederhana untuk dijalankan. Butuh tekad dan disiplin untuk mengelola pendapatan yang ada saat ini. Cerdas finansial belum terlambat.

Kita memang tidak bisa mengulang masa sekolah, tetapi kita bisa mulai belajar sekarang. Uang bukan semata soal pintar hitung-hitungan, melainkan soal cara berpikir dan kebiasaan. Mulailah dari hal kecil: sisihkan, bedakan antara kebutuhan dan keinginan, dan pelajari bagaimana uang bisa bekerja untuk kita. Tidak perlu langsung besar, yang penting konsisten. Sebab kecerdasan finansial bukan bawaan lahir, melainkan hasil dari kesadaran dan latihan. Tidak pernah terlambat untuk mulai. MM


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url