Kekalahan dari Australia dan Sebuah Proses Menuju Era Baru Timnas Indonesia
Kekalahan Indonesia dari Australia dengan skor cukup telak, 5-1, tentu saja mengecewakan. Bagi pencinta sepak bola di negeri ini—bahkan bagi rakyat Indonesia secara umum—hasil ini menimbulkan rasa kecewa, marah, dan mungkin juga frustrasi. Tapi, di tengah emosi itu, kita juga perlu menaruh satu hal dalam hati: sepak bola Indonesia sedang berproses.
Pergantian pelatih yang terjadi di tengah euforia dan ekspektasi tinggi dari publik memang menghadirkan harapan baru. Namun hasil di laga ini, meski tak sesuai harapan, sesungguhnya masih bisa dimaklumi. Ada banyak hal yang patut menjadi catatan, bukan hanya untuk para pemain dan pelatih, tapi juga untuk kita sebagai pendukung.
Salah satunya adalah proses adaptasi. Beberapa pemain baru yang bergabung—meski bermain di level Eropa—tetap membutuhkan waktu untuk menyatu dalam kerangka permainan tim. Level individu mereka boleh saja tinggi, tapi sepak bola adalah permainan kolektif. Kesatuan tim tidak bisa instan. Apalagi laga ini dimainkan di luar Eropa, dengan atmosfer pertandingan dan kondisi cuaca yang berbeda. Semua itu memberi pengaruh.
Secara garis besar, kerangka utama tim memang sudah terbentuk. Tapi adaptasi tetap perlu waktu. Kita melihat adanya perubahan dalam tim kepelatihan, penambahan beberapa pemain, dan yang paling terasa: perubahan pendekatan permainan. Satu kata yang merangkum semuanya: *proses*.
Kalau kita cermati lebih dalam, arah permainan yang ditampilkan menunjukkan rencana jangka panjang untuk membangun tim nasional dengan filosofi sepak bola Eropa. Dan itu terlihat jelas saat melawan Australia. Gaya bermain menyerang, dominasi bola, dan intensitas tinggi—ala *total football*—memberi kesan kuat akan pengaruh gaya Belanda dalam tubuh timnas kita.
Tentu ini adalah sebuah progres. Sebuah kemajuan. Bukan sekadar adaptasi gaya bermain, tapi juga upaya memangkas ketertinggalan kita dari tim-tim besar dunia. Namun perlu waktu. Membangun chemistry antar pemain, membentuk pola permainan yang solid, dan menjadikan gaya ini sebagai identitas baru timnas—semua itu butuh kesabaran.
Perjalanan masih panjang. Kesempatan untuk lolos ke Piala Dunia 2026 pun masih terbuka lebar. Tak bisa dipungkiri, tim ini sangat menjanjikan. Potensinya besar. Mereka bisa—dan harusnya bisa—menjadi bagian dari sejarah baru sepak bola Indonesia. Tapi sekali lagi, butuh waktu.
Kita berharap, di sisa pertandingan ke depan, ada peningkatan permainan dan hasil yang lebih baik. Kita yakin itu bisa. Gaya bermain ala Belanda mungkin terasa kental, tapi itu bukan masalah. Sebagian besar pemain memang dibesarkan dalam sistem sepak bola Belanda, dan menguatkan hal itu justru terasa lebih realistis.
Ini adalah era baru bagi timnas Indonesia. Era yang layak disambut dengan harapan—dan kesabaran.
Bagaimana menurut kamu soal gaya baru timnas ini? Apakah kamu juga melihat harapan di tengah kekalahan ini?