Temukan Dirimu, Tumbuhkan Potensimu


Pernahkah kamu bertanya, apa sebenarnya yang membuatmu berbeda?

Bukan sekadar bakat atau keahlian yang tampak di permukaan, tapi sesuatu yang melekat dalam dirimu—yang tak dimiliki orang lain. Banyak dari kita terlalu sibuk membandingkan diri, sampai lupa bahwa setiap orang punya potensi unik yang jika digali, bisa menjadi panggilan hidup. Tulisan ini mengajakmu untuk berhenti sejenak, merenung, lalu melangkah: menemukan dan menumbuhkan potensi dirimu sendiri.

Setiap Orang Punya Keunikan

Setiap orang memiliki keunikan dan hal istimewa tersendiri. Sadar atau tidak, itu ada. Coba renungkan kembali, dalam komunitas kecil di mana kita berada. Di sana kita akan mendapati bahwa kita tidak sama. Kita punya perbedaan—baik dalam cara berpikir, mengambil keputusan, maupun keterampilan.

Cobalah perdalam pemahaman tentang diri sendiri. Asahlah kemampuan itu. Bahkan kita yang merasa tak punya sesuatu yang istimewa pun, pasti memiliki hal berbeda yang hanya ada pada kita. Kenalilah, galilah, dan asahlah. Itu hal paling sederhana untuk menemukan potensi diri.

Lebih jauh, kita bisa belajar mengenali diri lewat buku-buku pengembangan diri. Misalnya, dengan mempelajari temperamen. Setidaknya, kita mendapat gambaran tentang kepribadian kita. Lanjutkan dengan tes bakat dan minat. Banyak tersedia gratis secara online. Jangan takut jika hasilnya mirip dengan orang lain. Justru kita akan menemukan komunitas dengan kemampuan serupa.

Namun, jika kita lihat lebih luas, pasar tetap terbuka. Sederhana saja, mulai dari satu kelas di sekolah. Bisa jadi keunikan kita satu-satunya. Artinya, pasar kita sebanyak satu kelas—dikurangi satu: kita sendiri. “Pasar” di sini maksudnya peluang. Bahwa karya kita berpotensi membawa kesuksesan.

Potensi Itu Bisa Ditemukan dalam Proses

Saya sendiri baru menemukan keunikan diri saat kuliah. Justru saat merasa frustrasi melihat teman-teman yang tampak punya kelebihan masing-masing. Pertanyaan, “Apa yang menjadi keunikan saya?” perlahan terjawab. Saya mulai mempelajari temperamen, dan mendapati diri sebagai melankolis-kolerik.

Sebagai pribadi yang dominan melankolis, saya temukan bahwa melankolis bisa menjadi penulis dan pengajar yang baik. Sifat tekun, suka belajar, dan meneliti adalah kelebihan tersendiri. Saya mendapat konfirmasi saat menulis makalah Pancasila pertama. Dosen bertanya, “Kamu suka baca Kompas?” Saya jawab iya. “Ini tulisanmu gaya Kompas. Bagus!” katanya. Nilainya? Sudah bisa ditebak.

Selanjutnya, saya suka membaca makalah-makalah kakak tingkat di ruang BEM. Iseng saya koreksi dan edit-edit. Ternyata salah satunya milik ketua BEM. Bukannya marah, ia justru senang dan cerita ke rektor. Dari situ saya dipercaya membangun bidang jurnalistik di BEM. Kami menerbitkan Majalah Kampus. Hal sederhana itu makin mempertajam keunikan saya.

Di akhir salah satu mata kuliah, ibu dosen memberi tugas menulis. Dan tulisan saya menjadi yang terbaik. Semuanya hal-hal kecil yang memberi sinyal tentang potensi diri. Hanya perlu digali dan diasah dengan tekun. Imbangi pula dengan pengetahuan tentang pengembangan diri.

Dari Bakat Jadi Panggilan

Jika sudah ditemukan, tinggal dikembangkan. Potensi bisa menjadi panggilan hidup. Menulis bagi saya bukan lagi aktivitas, tapi panggilan. Meski terus berproses, lewat menulis saya bertemu tokoh-tokoh besar seperti Pepih Nugraha, Arbain Rambey, Ariobimo Nusantara, dan Masri Sareb Putra—para penulis Kompas dan penulis buku.

Siapa sangka saya bisa kenal dan bahkan menjadi partner mereka dalam proyek-proyek tertentu? Semua berawal dari menggali keunikan diri. Setelah menemukan keunikan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan kreativitas. Saya mulai dari makalah, majalah kampus, lalu menjadi editor, menulis buku, membangun blog sendiri—seperti konten ini.

Intinya, keunikan dan kemampuan itu tidak boleh dibiarkan mati. Ia harus hidup, tumbuh, dan memberi manfaat. Karena potensi bukan sekadar milik pribadi, tapi anugerah dari Tuhan untuk diberi dampak.

Jadikan Keunikan Sebagai Keunggulan

Jika telah menemukan keunikan, ingatlah: kita memang berbeda. Jadi, pertajamlah perbedaan itu—bukan untuk menjadi orang lain, tapi agar menjadi unggul.

Beranilah keluar dari zona nyaman. Kurangi waktu untuk hal-hal tak penting seperti nongkrong atau berkumpul tanpa arah. Gunakan waktu itu untuk mengembangkan potensi. Tanpa itu, keunikan hanya akan jadi label, bukan keunggulan. Bahkan orang lain pun tidak akan mengenali kita.

Jika diolah dengan baik, keunikan akan membuat orang datang mencari kita. Kita akan menemukan komunitas baru yang lebih produktif dan berkembang. Karena itu, keberanian mengelola perbedaan sebagai keunggulan adalah kunci dalam mengembangkan potensi diri.

Mulailah sekarang, jangan menunggu. Seperti kata-kata bijak ini:

“Kekayaan terbesar justru ada di kuburan—banyak potensi mati sebelum sempat berkembang.”

Hidupkan potensi dirimu. Jadilah unggul, bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Karena potensi adalah pemberian Tuhan—dan setiap pemberian-Nya selalu punya tujuan.

Sumber ilustrasi: ChatGPT (OpenAI) AI-generated image


Penulis: Matius Mardani


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url