Menemukan Inspirasi dari Sosok Pepih Nugraha



Serasa sebuah mimpi saya bertemu dengan sosok wartawan senior dari Kompas Gramedia. Founder Kompasiana dan Pepnews. 

Kompasiana kemudian model media jurnalisme warga yang dikenal dengan istilah citizen journalism. Para penulis di Kompasiana tentu tidak asing dengan sosok yang satu ini, ya dia adalah Pepih Nugraha.

Launching Alena Awal Pertemuan

Saya membaca karya-karyanya dan sering mendengar tentangnya dari salah satu partnernya. Namun sampai pada titik itu, belum pernah bertemu dengan beliau. Akhirnya kesempatan itu tiba, peluncuran novelnya berjudul "Alena dan Perempuan Penyapu Halaman". 

Saat itu, saya terlibat sebagai panitia acara. Acara itu dilaksanakan secara on site dan online. Launching itu dihelat di sebuah kafe di daerah Palem Semi Karawaci Cafe milik salah satu penulis profesional, Masri Saleh Putra. Novel itu diterbitkan oleh Lembaga Literasi Dayak. Lembaga penerbit yang didirikan oleh Masri Saleh Putra

Dalam kesempatan itu, saya memberikan diri untuk diperkenankan belajar dari beliau. Dengan rendah hati dan terbuka beliau memperkenankan. Malahan, beliau berkata, “datang ke rumah saja mas, saya ini pensiunan, jadi punya banyak waktu, yang penting buat janji dulu.” Alangkah senangnya dapat kesempatan itu. Lebih-lebih jarak dari tempat tinggalku ke rumah beliau tidak jauh, perjalan 30 menit saja menggunakan sepeda motor.

Kesempatan Berharga

Pepih Nugraha wartawan senior, punya segudang pengalaman sebagai seorang jurnalis. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari pengalaman beliau dalam menulis. Belum lama sebelum itu, sempat terpikir untuk mendapat kelas online beliau di salah satu platform digital. 

Berjumpa langsung dengan beliau dan berkesempatan belajar langsung di kediamannya merupakan anugerah. Setidak-tidaknya sebulan sekali atau dua bulan sekali saya sowan. Pak Pepih selalu menyempatkan waktu paling tidak dua jam. 

Apalagi Ibu Tantri, istri beliau, selalu dengan senang hati menyediakan kopi dan cemilan. Hidangan yang kami nikmati sembari berbincang seputar menulis dan literasi. Saya melihat sosok Pepih Nugraha dan Ibu Tantri sosok yang sangat Humanis dan begitu rendah hati, tidak memandang saya siapa dengan latar belakang apa. Tetapi keinginan mau belajar disambut dengan luar biasa mereka. Ibu Tantri juga merupakan mantan karyawan di Kompas jadi sangat memahami hal ini. 

Suatu kesempatan yang mungkin sulit dimiliki oleh banyak orang. Saya sungguh beruntung karena mendapatkan kesempatan bukan hanya bertemu, tahu, tetapi mengenal beliau. Serasa guru dengan murid. Ruang kelas pribadi.  Setiap pertemuan begitu berharga dan memiliki nilai tersendiri selalu ada materi baru yang saya dapatkan

Menimba ilmu dan pengalaman 

Saya mendengar setiap ‘materi’ yang disampaikan sembari diskusi tentang menulis dan giat literasi. Sebagai editor, penulis, dan pegiat literasi. Masukkan dan ide-ide beliau menjadi hal salah yang menginspirasi saya. Menimba ilmu dan pengalaman dari beliau adalah satu kesempatan yang boleh disia-siakan.

Sekalipun beliau sudah pensiun, senior tetapi beliau terus berkajang dalam menulis, editor maupun sebagai pegiat literasi. Menjadi konsultan dan melahirkan beberapa media yang jadi wadah bagi para penulis pemula maupun profesional. Dalam beberapa kesempatan beliau juga melibatkan dan memberi saya kesempatan turut ambil bagian dalam projek-projek beliau. 

Saya meraskan bahwa pertemuan dengan beliau sebagai “mestakung”, semesta mendukung. Sesuatu hal yang kita yakini dan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh pada akhirnya terwujud nyata.

Pertemuan dengan Pepih Nugraha bukan sebuah kebetulan. Saya menyakini bahwa Tuhan sang pencipta alam semesta telah mengaturnya. Tentu Dia punya maksud untuk memakai saya di masa mendatang. Memanfaatkan setiap momentum pertemuan dengan sebaik-baiknya. Hanya itu yang bisa dilakukan. 

Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan sukacita ini. Rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada Pak Pepih Nugraha dan Ibu Tantri. 


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url